Sejak aku lahir, aku cuma melihat orang-orang yang berjuang untuk mudik dari koran dan TV. Tapi pada lebaran 2007 ini akhirnya aku bisa menghayati (perjuangan) mudik yang sesungguhnya. Memang sih, sejak dulu aku juga selalu mudik ke rumah kakek nenek-yang berjarak 6 jam naik mobil dari kota Pahlawan, tapi aku rasa itu sih tanpa perlu berjuang hehehe..

Alkisah, ketika pertama kali masuk tempat kerja yang baru, saya ditawari oleh salah seorang staf HRD. "Kamu pada saat mudik nanti ikut bis perusahaan atau pulang sendiri? Kalau kamu ikut bis perusahaan, ada subsidi yang lumayan.", kata Menda. Mendengar kata subsidi, aku langsung tertarik untuk ikut serta. Maklum, masih baru satu bulan kerja, jadi kondisi keuangan agak memprihatinkan.

Waktu berlalu...

Akhirnya, tiba juga hari untuk mudik, tanggal 10 Oktober 2007. Dengan bersiul-siul dan muka ceria (karena akhirnya bisa libur kerja lebih dari satu hari), aku sudah siap stand-by di bis sejak pagi. Tak lama kemudian bis sudah siap berjalan, karena ingin mengabadikan momen (halah-halah), aku sengaja melihat jam di HP. Jam HP masih menunjukkan pukul 8.40. Bis pun diberangkatkan dengan kibaran bendera dari para manajer dan direktur..

Bis langsung berangkat dengan cepat, namun tidak lama. Karena ketika memasuki pintu tol, antrian mobil sudah memanjang sampai tak terlihat ujungnya. Karena capek, ngantuk dan (tentu saja) masih puasa, aku langsung tidur di kursi bis, menghindar dari deru kendaraan-kendaraan para pemudik..

...............
............
.........
.......

Akhirnya bis sampai juga di dekat rumahku. Rasanya senang dan lega kembali ke rumah. Setelah dijemput adik dari pinggir jalan, sesampai di rumah aku langsung melihat jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 , 2 jam lagi sudah siap berbuka. Wah, senang sekali akhirnya bisa buka puasa di rumah. Tapi entah kenapa, aku merasa bahwa aku akan-sangat-
jauh-lebih-senang-lagi jika aku melihat jam dinding rumahku tersayang pada tanggal 10 Oktober, bukan pada tanggal 11 Oktober!